Pada zaman dahulu, di
Kota Madinah hidup seorang imam besar dalam bidang qiro’ah. Beliau merupakan
salah satu diantara al-qorra’ as-sab’ah (tujuh imam qiro’ah).
Namanya adalah Nafi’
al-Madani. Lengkapnya, Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdirrahman bin Abi Nu’aim
Asy-Syij’i Al-Madani. Imam
Ibnu Katsir berkata, “Kepemimpinan dalam bidang qiro’ah
di Madinah berakhir kepada Imam Nafi’. Beliau
mengajarkan qiro’ah dalam rentang waktu yang sangat panjang. Kulitnya
hitam legam, tetapi wajahnya memancarkan cahaya dan akhlaknya sungguh mulia.”
Imam Nafi’ adalah
guru Imam Malik dalam bidang qiro’ah
Al-Qur’an. Ketika Imam Malik ditanya tentang basmalah, beliau menjawab, “Bertanyalah tentang
setiap ilmu itu kepada ahlinya. Nafi’ adalah Imam (panutan) manusia
dalam bidang qiro’ah”. Maksudnya, beliau menyarankan agar menanyakan hal itu
kepada Imam Nafi’. Sa’id bin Manshur
berkata, “Aku pernah
mendengar Imam Malik
berkata, “Qiro’ah Nafi adalah sunah.”
Sementara itu, Imam Ahmad bin Hambal
pernah ditanya oleh putranya, Abdullah, “Qiro’ah mana
yang ayah lebih sukai”
Beliau menjawab, “Qiro’ah ahli Madinah.” Maksudnya adalah
qiro’ah Imam Nafi’. Lewat Imam Nafi’-lah di dunia Islam dikenal adanya
dua riwayat bacaan dari beliau, yaitu:
1.
Riwayat Qolun, yang dibawakan oleh
Imam Isa bin Mina bin Wardan, yang tersorhor dengan julukan Qolun,
2.
Riwayat Warsy, yang dibawakan oleh
Imam Ustman bin Sa’id bin Abdullah al-Mihsri.
Imam Nafi’
lahir pada tahun 70 H (690 M) dan
wafat pada tahun 169 H (785 M). Disebut dalam sebuah
riwayat bahwa beliau berasal dari
Asfahan, seperti yang beliau ceritakan sendiri kepada salah seorang muridnya, Al-Asma’i. Kemudian, beliau
merantau ke Madinah untuk mencari ilmu. Beliau belajar dan
mengambil qiro’ah dari sejumlah tabi’in, diantaranya Abdurrahman bin Hurmuz Al-A’raj,
Abu Ja’far al-Qari, Syaibah bin Nashah, Yazid bin Ruman, Az-Zuhri, dan
lainnya.
Imam Nafi’ pernah
mengatakan kepada salah seorang muridnya, Abu Qurrah Musa bin
Thariq, “Aku menggurukan bacaan Al-Qur’an
kepada tujuh puluh (ulama) tabi’in.” Sementara para tabi’in itu
mengambil qiro’ah dari para
sahabat, diantaranya Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Iyash bin
Abi Rabi’ah al-Mahzumi dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah. Beliau
menerimanya dari Jibril,
sedangkan Jibril u menerimanya dari
Allah.
Diantara karamah yang
dimiliki oleh Imam
Nafi’ adalah mulut
beliau menyebarkan aroma wangi ketsuri. Imam Ibnu Jazari membawakan
riwayat dari Imam Asy-Syaibani, yang menceritakan dari salah seorang murid yang belajar qiro’ah
kepada Imam Nafi’. Si murid menyatakan bahwa saat beliau berbicara, dari
mulutnya tercium aroma ketsuri. Lalu, hal ditanyakan hal itu kepadanya, “Apakah
Tuan memakai minyak wangi setiap kali duduk untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada
kami?” Beliau menjawab, “Aku tidak mendekati minyak wangi dan juga menyentuhnya. Hanya
saja, aku pernah bermimpi Nabi membacakan Al-Qur’an ke dalam mulutku. Semenjak itu, tercium aroma ini dari mulutku.” Oleh karena itu, Imam Syatibi menyebut Imam Nafi’ dalam kitabnya dengan sebutan “si wangi”
(Ath-Thib).
Suatu ketika
dikatakan kepada Imam Nafi’, “Betapa elok wajahmu dan betapa bai akhlakmu, Tuan!” Beliau menjawab, “Bagaimana aku
tidak demikian, sedangkan Rasulullah menjabat tanganku. Aku juga
menggurukan bacaan Al-Qur’an kepada beliau.” Maksudnya
dalam mimpi. Sementara itu, Imam Qolun pernah berkata, “Imam Nafi adalah orang
yang sangat bersih badannya dan paling bagus bacaan Al-Qur’annya. Beliau juga seorang yang zuhud dan dermawan. Beliau
mengerjakan shalat di
Masjid Nabawi selama enam puluh tahun.” Dalam satu riwayat disebutkan
bahwa beliau bukan sekedar shalat, melainkan selama enam puluh tahun itu,
beliau menjadi imam shalat di Masjid
Nabawi.
(Balita
pun Hafal Al-Qur’an.
Hal: 113. Salafuddin
Abu Sayyid. Tinta Medina, Creative Imprint of Tiga Serangkai, Solo)
0 komentar:
Posting Komentar