Oleh:
Ust. Badrul Tamam, Lc.
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam atas
hamba dan utusan-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam ,
keluarga dan para sahabatnya.
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي
أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ
وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri."
(QS. Al-Ahqaf:15)
Keistimewaan
Umur 40 Tahun
Sebagian
orang menyebut, umur empat puluh tahun penuh teka-teki dan penuh misteri.
Sehingga terbit sebuah buku berjudul, "Misteri Umur 40 tahun" yang
diterbitkan pustaka al-tibyan – Solo, diterjemahkan dari buku berbahasa Arab,
Ya Ibna al-Arba'in, oleh Ali bin Sa'id bin Da'jam.
Seseorang
yang sudah mencapai umur 40 tahun berarti akalnya sudah sampai pada tingkat
kematangan berfikir serta sudah mencapai kesempurnaan kedewasaan dan budi
pekerti. Sehingga secara umum, tidak akan berubah kondisi seseorang yang sudah
mencapai umur 40 tahun.
Al-Tsa'labi
rahimahullah berkata, "Sesungguhnya Allah menyebutkan umur 40 tahun
karena ini sebagai batasan bagi manusia dalam keberhasilan maupun
keselamatannya."
Ibrahim
al-Nakhai rahimahullah berkata, "Mereka berkata (yakni para salaf),
bahwa jika seseorang sudah mencapai umur 40 tahun dan berada pada suatu
perangai tertentu, maka ia tidak akan pernah berubah hingga datang
kematiannya." (Lihat: al-Thabaqat al-Kubra: 6/277)
Allah
Ta'ala telah mengangkat para nabi dan Rasul-Nya, kebanyakan, pada usia 40
tahun, seperti kenabian dan kerasulan Muhammad, Nabi Musa, dan lainnya 'alaihim
al-Shalatu wa al-Sallam. Meskipun ada pengecualian sebagian dari mereka.
Imam
al-Syaukani rahimahullah berkata, "Para ahli tafsir berkata bahwa
Allah Ta'ala tidak mengutus seorang Nabi kecuali jika telah mencapai umur 40
tahun." (Tafsir Fathul Qadir: 5/18)
Dengan
demikian, usia 40 tahun memiliki kekhususan tersendiri. Pada umumnya, usia 40
tahun adalah usia yang tidak dianggap biasa, tetapi memiliki nilai lebih dan
khusus.
Dihikayatkan,
al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi adalah seorang laki-laki yang shalih, cerdas,
sabar, murah hati, berwibawa dan terhormat. Ia berkata, "manusia yang
paling sempurna akal dan pikirannya adalah apabila telah mencapai usia 40
tahun. Itu adalah usia, di mana pada usia tersebut Allah Ta'ala mengutus Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan pikiran manusia akan sangat
jernih pada waktu sahur." (Lihat: al-Wafyat A'yan, Ibnu Khalkan: 2/245)
Disebutkan
tentang biografi al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, "Bahwa ketika mencapai
umur 40 tahun ia berkonsentrasi untuk beribadah dan memutuskan diri dari
hubungan dengan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, dan ia
berpaling dari semua urusan dunia dan umat manusia, seakan-akan ia tidak pernah
kenal seorangpun dari mereka. Dan ia terus menyusun karya-karya tulisnya. .
." (Syadzratu al-Dzahab: 8/51)
Al-Qur'an
Menyebut Umur 40 Tahun
Cukuplah
Al-Qur'an yang telah menyebutkan umur 40 tahun dengan tegas itu menjadi
perhatian. Sehingga kita lihat, saat memasuki usia ini para ulama salaf
mencapai kebaikan amal mereka dan menjadikannya sebagai hari-hari terbaik dalam
hidupnya.
Allah
Ta'ala berfirman,
حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً
قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ
وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي
ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Sehingga
apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"."
(QS.
Al-Ahqaf: 15)
Umur
40 Tahun dan Syukur
Ayat
di atas mengisyaratkan, saat sudah menginjak usia 40 tahun hendaknya seseorang
mulai meningkatkan rasa syukurnya kepada Allah juga kepada orang tuanya. Ia
memohon kepada-Nya, agar diberi hidayah, taufik, dibantu, dan dikuatkan agar
bisa menegakkan kesyukuran ini. Karena segala sesuatu yang terjadi di muka bumi
ini adalah dengan kehendak dan izin-Nya, sehingga ia meminta hal itu
kepada-Nya. Ini sebagaimana doa yang diajarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam kepada Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu 'Anhu, "Aku
wasiatkan kepadamu wahai Mu'adz, Janganlah engkau tinggalkan untuk membaca
sesudah shalat:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِك ، وَشُكْرِك وَحُسْنِ
عِبَادَتِك
"Ya
Allah, bantulah aku untuk berdzikir, beryukur, dan memperbaiki ibadah
kepada-Mu."
(HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasai dengan sanad yang kuat)
Karena
sesungguhnya seorang hamba pasti sangat butuh kepada pertolongan Tuhannya
dalam menjalankan perintah, menjauhi larangan, dan sabar atas
ketetapan-ketetapan takdir-Nya. (Dinukil dari Subulus Salam, Imam al-Shan'ani)
Sebenarnya
bersyukur itu sepanjang umur. Dan dikhususkan pada umur 40 tahun ini karena
pada saat usia ini seseorang benar-benar harus sudah mengetahui segala nikmat
Allah yang ada padanya dan pada orang tuanya, lalu ia mensyukurinya.
Imam
al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya berkata, "Allah Ta'ala
menyebutkan orang yang sudah mencapai umur 40 tahun, maka sesungguhnya telah
tiba baginya untuk mengetahui nikmat Allah Ta'ala yang ada padanya dan kepada
kedua orang tuanya, kemudian mensyukurinya."
Sesungguhnya
hakikat syukur itu mencakup tiga komponen; hati, lisan, dan anggota badan.Hati
dengan mengakui bahwa semua nikmat itu berasal dari pemberian Allah.Lisan
dengan menyebut-nyebut dan menyandarkan nikmat itu kepada-Nya serta
memuji-Nya.Sementara anggota badan adalah dengan menggunakan nikmat itu untuk
taat kepada-Nya, yakni untuk menjalankan perintah dan menjauhi
larangan-Nya.Oleh karenanya, disebutkan dalam ayat,
"Dan supaya aku
dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai."
Ditekankan
Bersyukur Kepada Orang Tua
Saat
seseorang berumur 40 tahun, maka ia memiliki tanggungjawab di tengah keluarga
dan masyarakat yang lebih besar. Anak-anak memerlukan biaya yang lebih untuk
pendidikan dan lainnya.Sementara orang tuanya, pastinya sudah renta dan sangat
memerlukan bantuan dari anak-anaknya.Di sinilah sering seseorang melupakan
orang tuanya karena konsentrasinya yang lebih terhadap keluarga dan
anak-anaknya. Padahal seharusnya dengan bertambahnya umur semakin membuat ia
sadar akan jasa-jasa orang tuanya kepada dirinya. Sehingga disebutkan dalam
hadits, "Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang
yang mendapatkan kedua orang tuanya, salah seorang atau kedua-duanya, tapi
tidak bisa masuk surga (dengan itu)." Dalam riwayat lain, "Tapi
keduanya tidak bisa memasukkannya ke dalam surga." (HR. Ahmad dan
lainnya)
Ayat
tentang kewajiban berbuat ihsan kepada orang tua di atas diawali dengan
perintah untuk mentahidkan Allah, ikhlash ibadah kepada-Nya, dan istiqamah di
atasnya.Seolah menunjukkan, saat Allah perintahkan untuk mentauhidkan-Nya ada
di antara hamba yang menyambut dan ada pula yang menentang.Sama juga dengan
perintah berbakti kepada orang tua, ada manusia yang berbakti kepada orang
tuanya dan ada pula yang malah durhaka.
Juga
mengisyaratkan, agar tidak membedakan dan membentukan berbuat ihsan kepada
orang tua dengan mentauhidk Allah. Sesungguhnya berbuat ihsan kepada kedua
orang tua itu bagian dari ibadah kepada Allah. Sehingga tidak boleh dalam
berbuat ihsan tersebut melanggar nilai-nilai ketauhidan. Walau besar hak orang
tua atas anak, tidak boleh mentaati keduanya dalam maksiat kepada Allah. Karena
tetaplah nikmat yang orang tua dapatkan itu berasal dari Allah juga.
Bentuk
berbuat ihsan kepada orang tua yang diperintahkan dalam ayat tersebut mencakup
segala bentuk berbuat baik seperti memenuhi nafkah orang tua, memnuhi
kebutuhannya, mentaati perintahnya yang ma'ruf, menghidarkan dari bahaya,
mengobatkannya jika sakit, menghiburnya jika sedih, dan memohonkan ampun dan
doa untuk kedunya, serta yang lainnya.
Jangan
Lupakan Keturunan
Sesudah
seorang muslim diperintah berbuat baik kepada orang yang di atasnya dan
mengerjakan amal shalih untuk dirinya, janganlah ia lupa terhadap anak
keturunanya. Ia juga wajib memperhatikan pendidikan dan pengarahan mereka, agar
menjadi orang yang taat kepada Allah Ta'ala. Karena mereka adalah amanat yang
harus diarahkan untuk taat kepada Tuhan-Nya.
Dan
sesungguhnya di antara balasan baik dari amal shalih mereka adalah diperbaiki
keturunan mereka. Baiknya orang tua akan berefek kepada perbaikan anak. Ini
juga menjadi pelajaran, dalam melakukan pendidikan kepada anak haruslah orang
tua memulai dari menshalihkan diri mereka dengan ilmu dan amal. Di samping
supaya bisa menjadi teladan, baiknya anak keturunan juga menjadi balasan bagi
dirinya.
Syaikh
al-Sa'di berkata dalam menafsirkan ayat di atas, "Sesungguhnya baiknya
orang tua dengan ilmu dan amal termasuk sebab yang besar untuk baiknya
anak-anak mereka."
Selain
itu, berdoa sebagai bagian dari tawakkal kepada Allah dalam usaha tidak boleh
dianggap ringan. Karena hati manusia itu berada di antara dua jari dari jemari
Allah Ta'ala yang diarahkan kepada Dia kehendaki. Oleh sebab itu, kita dapatkan
doa dari para Nabi dan orang-orang shalih untuk keshalihan anak-anak mereka.
Silahkan baca: Doa Agar Dikaruniakan Anak Shalih.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim, ada seorang lelaki yang mengadikan tentang anaknya kepada
Thalhah bin Musharrif Radhiyallahu 'Anhu, maka Thalhah berkata
kepadanya, "Minta tolonglah dalam masalah anakmu dengan ayat,
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي
أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ
وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
"Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri."
(QS. Al-Ahqaf: 15)
Memperbaharui
Taubat
Usia
40 tahun haruslah menjadi titik tolak dan perbaharuan taubat penyesalan
seseorang atas dosa-dosa dan kufur nikmat selama hidupnya. Karena pada usia ini
benar-benar telah merasakan banyaknya nikmat dan tidak sebandingnya rasa syukur
terhadapnya. Maka pengakuan dosa pasti akan mengalir dari orang yang mau
merenungkan masa lampaunya, sehingga dari itu lahir penyesalan, tumbuh
istighfar dan taubat kepada Allah.
Oleh
sebab itu, disebutkan dalam doa di atas,
إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Sesungguhnya
aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri." (QS. Al-Ahqaf: 15)
Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, "Dan di dalamnya terdapat petunjuk
bagi orang yang sudah berusia 40 tahun agar memperbaharui taubat dan inabah
kepada Allah 'Azza wa Jalla serta bertekad kuat atasnya." Dia harus
terus meninggakatkannya saat usianya menginjak 40 tahun sampai ajal
menjemputnya. Wallahu Ta'ala A'lam.
Barokallah fiikum, semoga bermanfa'at